Minggu, 02 Oktober 2011

Terkini Selamat Menempuh Hidup Baru, Arema

And The Show Begin,,itulah yang bisa saya ucapkan begitu mendengar dari seorang mitra wacana hasil putusan PSSI terhadap kisruh yang ada dalam badan Arema Indonesia. Kisruh yang telah menyedot seluruh perhatian Aremania bahkan hampir seluruh pengamat sepakbola Indonesia, salah satu fase terberat dalam sejarah perkembangan Arema Indonesia, dan semoga pelajaran berharga ini bisa kita semua jadikan pelajaran, sehingga tidak akan terulang kembali di masa yang akan datang.

Kenapa saya katakan The Show Begin, alasannya memang sesungguhnya gres sesudah inilah tarik ulur kepentingan memperebutkan Klub Sepakbola yang sangat saya cintai ini akan benar-benar dimulai, dalam penerawangan saya, Kubu RK yang dikalahkan PSSI terperinci tidak akan tinggal diam, dan benar saja mereka pribadi menggelar demo dikantor PSSI, bukan RK memang, tapi pendukungnya, dan inilah yang menciptakan saya sakit, alasannya Aremania kini telah terkotak-kotak. Demo ialah sebuah awalan, untuk selanjutnya mungkin akan ada jalan lain yang ditempuh, dan ini tidak akan berakhir cepat kecuali pihak RK mau secara sportif berlapang dada demi Arema.

Tapi, menyerupai apa yang saya tuliskan di goresan pena saya sebelumnya bahwa Sportivitas hanya kasatmata di wilayah-wilayah romantik. Masing-masing kita menjagokan kesebelasan sendiri-sendiri. Pertimbangan kita bukan sportivitas, melainkan selera pribadi. Selera pribadi inilah yang menyebabkan kita subjektif dan tidak memandang permasalahan secara objektif. Sehingga akan sangat sulit mungkin untuk mengharapkan kubu RK berlapang dada dalam menghadapi duduk masalah ini. Karena tidak hanya “kehilangan” Arema, bagi RK ini juga berarti kehilangan potensi pemasukan hampir 2 M dari sektor pajak untuk Kabupaten Malang, tempat yang beliau pimpin dikala ini. Selain itu juga berarti kehilangan promosi bagi Kabupaten Malang, disamping juga kerugian-kerugian dari faktor irit bagi Kabupaten Malang baik Pemerintah Daerah maupun masyarakatnya, dan tentu ini ialah sebuah kehilangan yang sangat besar bagi RK sebagai personal dan Bupati.

Seperti yang biasa terjadi, pihak yang kalah akan selalu meradang, dan yang menang akan selalu senang, selalu sulit mendapatkan kekalahan, sangat sulit. Dibutuhkan mental yang sangat membaja dalam menghadapi sebuah kekalahan, bahkan lebih gampang menghadapi sebuah kemenangan, jadi jikalau sudah menyerupai itu, bisa juga, untuk segera mengakhiri konflik ini, pihak M. Nur mau berlapang dada, menawarkan hak pengelolaan Arema kepada kubu RK, yang selama ini juga sudah bekerja keras menjaga tim ini selama M. Nur menghilang entah kemana. Toh pihak M. Nur juga tidak akan terlalu banyak kehilangan secara bahan maupun potensi politik. Atau mungkin, semoga sedikit lebih adil, kedua kubu sama-sama mundur, dan menyerahkan pengelolaan Arema Indonesia kepada pihak yang pertama kali menyerahkan Arema kembali kepada publik, PT. Bentoel, jikalau Bentoel tidak bersedia, maka serahkan pada pihak lain yang bisa dan sanggup mengelola Arema, jangan kepada Aremania, alasannya Aremania sudah terkotak-kotak pada masing-masing kubu. Tapi, jalan yang terbaik dalam pandangan saya adalah, kembali bersilaturahim, kembali bersama, bergandengan tangan demi memajukan Arema. Karena masing-masing pihak mempunyai potensi yang besar untuk bersama membesarkan Arema.

Tapi jikalau tidak ada yang mau mengalah, maka semuanya akan menjadi sangat panjang dan berlarut-larut. kedua kubu yang berseteru di Arema bisa menggandakan Claudio Ranieri, bekas instruktur Valencia, Chelsea, Juventus, dan AS Roma itu kesudahannya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai instruktur AS Roma beberapa bulan yang lalu, instruktur yang dalam beberapa masalah seringkali meninggikan harga dirinya sebagai instruktur nomor wahid ketika dilengserkan, tapi demi AS Roma, beliau rela mengundurkan diri, menyerupai yang ditulis oleh Susy Campanale disalah satu tabloid sepakbola tanah air, itu semua alasannya Ranieri menyayangi AS Roma. Saya punya keyakinan, sebagai orang-orang yang mempunyai kekerabatan emosional sangat akrab dengan Malang Raya dan Arema, kedua kubu mempunyai rasa cinta yang begitu mendalam kepada Arema, begitu juga kepada sepakbola. Jika sudah menyerupai itu, maka menggandakan apa yang dilakukan Ranieri untuk AS Roma bisa segera dilaksanakan oleh salah satu dari kedua kubu, atau mungkin keduanya, demi rasa cintanya kepada Malang Raya, demi rasa cintanya kepada Arema, demi rasa cintanya kepada olahraga terhebat sepenjang masa, Sepakbola.

Mundur bukanlah sebuah hal yang buruk, lihat bagaimana mantan presiden Soeharto sampai selesai hayatnya masih banyak masyarakat yang mencintainya, semua itu alasannya rakyat tahu Soeharto mundur demi rasa cintanya pada negeri dan rakyat. Waktu itu bisa saja Soeharto melaksanakan apa yang dilakukan oleh Moammar Khadafi hari ini, dengan membunuh semua demonstran yang ada, alasannya militer berada dibawah kekuasaannya, beliau ialah salah satu dari dua dari Jendral berbintang lima di Indonesia, jendral yang layak dipanggil sebagai Jendral Besar, bersanding dengan Panglima Besar Jendral Sudirman, tapi Soeharto kesudahannya lebih menentukan mengundurkan diri, dengan membacakan sendiri pengunduran dirinya, tidak menyerupai presiden mesir Hosni Mubarok yang menentukan untuk menyingkir dan menyelamatkan diri. Dan apabila salah satu kubu, atau keduanya mundur dari perseteruan hari ini, ditengah gelombang kebimbangan Aremania, maka sesungguhnya mereka telah menjadi martir, untuk mempersatukan kembali seluruh pencinta Arema Indonesia.

itulah yang bisa saya ucapkan begitu mendengar dari seorang mitra wacana hasil putusan PS Terkini Selamat Menempuh Hidup Baru, Arema

Suasana menyerupai ini tidaklah sanggup dibiarkan, alasannya akan terus menawarkan efek-efek negatif lainnya kepada Arema maupun Aremania. Saat ini saja, menyerupai yang saya tulis di atas, Aremania sudah terkotak-kotak, sudah mulai saling menghujat antar Aremania sendiri ketika mereka berada dalam posisi kubu yang saling berlawanan, sehingga dikala ini bagi saya, Salam Satu Jiwa telah mati, dan Aremania telah kehilangan jati diri. Aremania tidak lagi bisa menghargai segala perbedaan pendapat, yang ada hanyalah saling hujat, semua merasa benar sendiri, kemana semua semangat Egalitarian yang menciptakan Malang Raya sangat dihormati.

Kita (Aremania) tidak terbangun dari sesuatu yang instan, kita terbangun dari sebuah semangat persaudaraan, semangat kebersamaan, dan egalitarian, sebagai sesama loyalis Arema, tim yang selalu kita dukung dan bela dengan segala apa yang kita miliki. Kini semangat itu hanya tinggal slogan, salam satu jiwa hanya tinggal menjadi perhiasan bibir dan tidak tertancap dalam hati. Yang ada kini hanyalah kesombongan, merasa kita kelompok supporter terbaik, paling kompak dan kreatif, padahal kondisinya, kita sedang sibuk saling hujat dan saling serang antar sesama saudara sendiri, sesama Aremania.

Saya tidak ingin, ketika saya menggunakan kaos Arema, ditanya oleh seseorang “Sampeyan Aremania versi Rendra opo M. Nur?”, itu akan menjadi pertanyaan paling memalukan dan menyakitkan hati saya sebagai seorang Aremania. Saya hanya menyayangi Arema, Arema dengan warna kebesaran Biru, dengan lambang Kepala Singa di dada, Arema yang ada di Malang Raya, Arema yang didukung oleh Aremania yang tidak gampang terpecah belah. Saya menyayangi Arema alasannya Arema itu sendiri, dan alasannya Arema ialah sepakbola itu sendiri. Saya tidak peduli siapa yang sedang memimpin di Arema, asal Arema tidak didanai pemerintah, saya akan tetap tiba ke stadion, mendukung Arema, merindukan, dan mencintainya. Tapi ketika Arema didanai uang negara, saya akan tetap menyayangi Arema, tapi saya tidak akan pernah lagi hadir di stadion manapun Arema bertanding, seberapapun rindunya saya.

Semua permasalahan yang terjadi hari ini, hanyalah alasannya Arogansi, egoisme, dan tentu saja politik tahi kucing yang menyebabkan Arema sebagai kuda pacu kepentingan politik. Sayangnya, Aremania telah terperangkap didalam kepentingan politik personal itu, mulai membela orang dan bukan Arema itu sendiri. Maka pertanyaannya siapa yang bergotong-royong Aremania cintai, pemimpin Arema (orang) atau Arema itu sendiri (Klub)?.

Saya bukan orang yang membenci politik, saya menyayangi politik, tapi politik beretika yang saya cintai, politik yang tidak hanya mementingkan menang dan kalah, tapi politik yang lebih mementingkan nilai dan bukan hanya hitung-hitungan suara. Politik yang tidak merugikan kepada masyarakat, tapi politik yang menyerupai hakikatnya, menyerupai yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam La Politica, sebuah jalan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, bukan jalan kekuasaan.

Sepakbola memang selalu bersinggungan dengan politik menyerupai yang dirumuskan oleh Gordon Brown, seorang politisi Inggris yang sangat menggilai sepakbola, dengan rumus singkat bahwa Sepakbola = Popularitas, atau dalam rumus panjanganya “Bayangkan sebuah dunia dimana politisi dipuja menyerupai David Beckham atau punya kekuatan menyerupai Sir Alex Ferguson. Akhirnya anda bisa memahami kenapa mereka terus terlibat di sepakbola” yang sanggup diartikan, ketika bersentuhan dan menjadi sosok penting dalam sepakbola, maka anda akan menjadi orang yang populer, dan dengan kepopuleran anda, makan anda bisa memenangkan apapun dalam politik.

Yang perlu diingat, Arema bukanlah milik Aremania, Aremania hanyalah sekelompok orang yang menyayangi Arema, sekelompok orang yang merasa memiliki, tapi tidak benar-benar memiliki. Kepemilikan Aremania kepada Arema hanyalah menurut pada cinta, cinta yang bersyarat. Karena saya yakin, jikalau mau jujur, masing-masing dari kita (Aremania), mempunyai syarat dalam menyayangi Arema. Karena bila cinta kita murni, kita akan saling menghormati sesama pencinta Arema, tidak saling hujat dan menyalahkan alasannya berbeda kubu. Karena sesungguhnya Arema itu, hanya satu.

Sebagai selesai goresan pena ini, saya teringat sebuah lagu yang tidak mengecewakan sering dinyanyikan di stadion ketika Arema bertanding, “Koen jare sopo, onok seng iso, ngalahno Aremania lha kok iso?”. Sekarang saya tahu tanggapan dari pertanyaan itu, Aremania-lah yang bisa mengalahkan Aremania itu sendiri, kata siapa itu, itu kata realita dan fakta hari ini, bahwa Aremania telah dikalahkan oleh Aremania itu sendiri.

Jika sudah menyerupai ini kondisinya, saya hanya bisa berucap, "Selamat Menempuh Hidup Baru, Arema."

Petilasan Brontoseno, 29 September 2011
By Trezegulum17
(photo:wearemania.net)