Rabu, 28 Desember 2011

Terkini Deklarasi Jakarta Di Selesai Tahun

Kekacauan sepakbola nasional semenjak menjelang lengsernya Nurdin Halid, Kongres Luar Biasa, munculnya Komite Normalisasi hingga jadinya Djohar Arifin dikursi PSSI 1 menuju jalan yang panjang. Bahkan jikalau ditarik jauh ke belakang ketika adanya Kongres Sepakbola Nasional di Malang yang dicetuskan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menginspirasi lahirnya Liga Primer Indonesia ( LPI ) maka sudah lebih dari setahun sepakbola Indonesia dilanda ketidakjelasan.

Perombakan format kompetisi sekaligus pembatalan strata klub Indonesia, dualisme klub yang diputuskan secara tidak fair, tudingan PSSI terhadap Alfred Riedl yang dikontrak secara pribadi menjadi bibit – bibit kekacauan di periode Djohar – Farid Rahman.

Kata “profesional” yang menjadi senjata andalan PSSI kini rupanya sudah tidak mempan lagi sebagai peredam keresahan klub – klub sepakbola Indonesia. Pantas alasannya ialah klaim profesional hanyalah sebuah ratifikasi tanpa bukti.

Alur dongeng kini memuncak alasannya ialah pengprov PSSI dan klub – klub banyak sekali divisi di Indonesia telah melaksanakan Rapat Akbar Sepakbola Nasional ( RASN ) yang menuntut biar Kongres Luar Biasa diadakan untuk menyelamatkan sepakbola Indonesia dari kehancuran.

Kekacauan sepakbola nasional semenjak menjelang lengsernya Nurdin Halid Terkini Deklarasi Jakarta di Akhir Tahun

452 (Empat Ratus Lima Puluh Dua) anggota PSSI yang hadir dalam Rapat Akbar di Hotel Pullman Jakarta (18/12) ini menumpahkan aspirasi mereka dalam 5 butir perilaku yang terangkum dalam Deklarasi Jakarta :

DEKLARASI JAKARTA
1. Menyampaikan mosi tidak percaya kepada Djohar Arifin Husin (Ketua Umum PSSI), Farid Rahman (Wakil Ketua Umum), Sihar Sitorus (anggota Komite Eksekutif PSSI), Mawardi Nurdin (anggota Komite Eksekutif PSSI), Widodo Santoso (anggota Komite Eksekutif PSSI), Tuti Dau (anggota Komite Eksekutif PSSI), Bob Hippy (anggota Komite Eksekutif PSSI) alasannya ialah dinilai tidak kredibel menjalankan organisasi PSSI dan melaksanakan pelanggaran terhadap? statuta PSSI dan tidak menjalankan hasil keputusan kongres tahunan tahun 2011 di Bali.
2. Meminta untuk diselenggarakan KLB PSSI dengan agenda pemilihan Ketum, Waketum dan anggota Komite Eksekutif PSSI ? paling lambat 30 Maret 2012.
3. Meminta kepada PSSI untuk memperlihatkan balasan terhadap diselenggarakannya KLB PSSI tersebut pada poin 2, selambatnya 23 Desember 2011.
4. Membentuk Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia yang terdiri Tony Apriliani (ketua), La Nyalla M Mattalitti, Roberto Rouw, Erwin Dwi Budiawan, Benhur Tommy Mano, M Farhan, Dody Alex Nurdin, FX Hadi Rudyatmo, Sumaryoto, Hardi, Benny Dolo, yang mempunyai kiprah untuk memastikan diselenggarakannya KLB PSSI tersebut. Dan apabila PSSI tidak bersedia, maka dengan ini kami? memperlihatkan kewenangan penuh kepada Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia untuk menyelenggarakan KLB PSSI sesuai Statuta PSSI.
5. Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia juga akan bertugas menjalankan roda organisasi PSSI sesuai hasil kongres II di Bali termasuk memproteksi dapat dipercaya dan integritas PSSI dan anggotanya hingga dengan terpilihnya Komite Eksekutif PSSI yang baru.

Deklarasi yang merupakan aspirasi para pemilik bunyi PSSI ini nyatanya gagal diserahkan pribadi kepada Djohar Arifin Husin selaku ketua umum PSSI. Karena Sang Ketua rupanya tidak ada ditempat.

Kongres Bali merupakan fakta yang terus–terusan dibantah oleh PSSI kabinet Djohar Arifin nyatanya menjadi senjata makan tuan bagi PSSI. Kongres yang menghasilkan keputusan saham Liga Super Indonesia sebanyak 99% milik klub penerima 1 % PSSI, dan Liga Super Indonesia diisi oleh 18 klub, dikelola oleh PT.Liga Indonesia, diingkari oleh PSSI dengan mencabut mandat PT.Liga Indonesia dan menggantinya dengan PT.Liga Prima Sportindo.

Dendam ternyata berujung kebodohan. Itulah yang dilakoni oleh PSSI. Merasa mempunyai sebuah konsep “matang” dalam membangun sepakbola Indonesia maka semua yang dianggap warisan pengurus terdahulu ditebang. Padahal PSSI sendiri tidaklah siap dengan konsep mereka membangun sepakbola Indonesia dari awal. Perombakan kompetisi, pembatalan strata klub sepakbola, dualisme klub,promosi gratis kepada klub – klub tertentu menjadi bara api yang tak dapat dipadamkan oleh PSSI.

Ketidaksiapan mereka menggelar kompetisi semakin terlihat dengan pengaturan jadwal yang kacau dan sepinya sponsor.

Kebodohan PSSI ialah dengan mengingkari keputusan kongres yang diganti dengan keputusan rapat exco. Alasan PSSI alasannya ialah anggota exco ialah perwakilan bunyi pengprov PSSI se-Indonesia. Logika yang sederhana namun salah besar. Tak mungkin keputusan sidang paripurna diganti oleh sidang komisi. Kenapa tidak Djohar Arifin, jikalau ingin menganulir keputusan Kongres Bali, segera melaksanakan Kongres sesaat sesudah beliau terpilih ? Inilah pelanggaran statuta oleh PSSI.

Kini jalan semakin terjal bagi PSSI. Suara – bunyi galau sudah lantang, bunyi – bunyi kecewa sudah terdengar. Jika saya bertemu Djohar Arifin saya akan berkata :
“Pak Pilihannya ada 2 yaitu menangkap aspirasi klub – klub dan melaksanakannya atau menganggap semua angin kemudian saja ? Jika pilihan terakhir yang diambil maka nasib Bapak tidak akan jauh berbeda dengan Nurdin Halid yang tidak mau mendengarkan aspirasi para pemilik suara. Kedua pilihan ini konsekuensinya seumur hidup. Pilihan pertama nama Bapak akan harum seumur hidup, pilihan kedua nama Bapak akan diingat sebagai otak kekacauan seumur hidup.”

Pilihan mana yang akan diambil PSSI. Wait N See...

sumber : www.antaranews.com , www.bolabob.com