Minggu, 11 Desember 2011

Terkini Evaluasi Kelayakan Pemain Timnas Bukan Monopoli Pssi

"Habis Manis Sepah Dibuang", Itulah yang terjadi di tubuh sepak bola Indonesia (PSSI). Setelah sama-sama punya wangsit besar menggantikan Nurdin Halid dari tapuk PSSI dan dipilihnya Djohar Arifin Husin menjadi Ketua Umum PSSI, situasi justru semakin memanas. Lagi-lagi, ricuh soal kompetisi dan kebijakan yang diberlakukan. Ironisnya, klub yang dulu menentang Nurdin Halid, kini kembali menjadi penentang PSSI sekarang.

 Itulah yang terjadi di tubuh sepak bola Indonesia  Terkini Penilaian Kelayakan Pemain Timnas bukan Monopoli PSSI

Klub PSSI dikala ini, memecahkan diri dalam melangsungkan kompetisi. Ada yang ikut Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Tak ayal, Djohar pun bikin ultimatum yang nyaris sama dengan Nurdin Halid. Tiba-tiba kompetisi LSI dinyatakan ilegal. Sedangkan kurun Nurdin Halid, LPI yang dinyatakan tidak sah.

Dan pekan lalu, Djohar bikin ketegasan. Mengacu pada Statuta FIFA, maka timnas tertutup bagi pemain yang berlaga di LSI. Dan keputusan itu, sama persis dengan Nurdin Halid untuk pemain LPI yang dikomandoi Arifin Panigoro.

"Acuan yang digunakan yaitu Statuta FIFA Pasal 79. Bunyinya, pertandingan yang dilakukan oleh timnas, di mana pemainnya tidak berada dalam klub atau liga yang terafiliasi dengan anggota FIFA yaitu dilarang," ujar Djohar dikala pertemuan dengan klub divisi utama, pekan lalu.

Dalih penegasannya, kata Djohar, kebijakan itu telah diingatkan oleh FIFA melalui Direktur Pengembangan Organisasi dan Asosiasi, Thierry Regenass. "Kita maunya semua ke timnas, asalkan prestasinya bagus. Tapi ini FIFA yang mengingatkan, bukan Djohar," katanya.

Atas nama PSSI, Djohar mengatakan, dirinya menyalahkan klub atau pengurus yang bergerak di PT Liga Indonesia yang menjadi tubuh pengelola LSI. Dan dianggap memecah belah. "Yang hancurkan timnas bukan kami, tapi mereka. Makanya kita kerja keras lagi bangkit timnas, lantaran tidak mau dieksekusi FIFA."

Pernyataan Djohar ditanggapi Presiden Kehormatan Arema Indonesia, Rendra Kresna. Ia mengatakan, layak tidaknya seorang pemain masuk skuad tim nasional (Timnas) bukan kewenangan PSSI, melainkan instruktur dan masyarakat yang ikut menilai kualitas pemain.

 Itulah yang terjadi di tubuh sepak bola Indonesia  Terkini Penilaian Kelayakan Pemain Timnas bukan Monopoli PSSI

Selain pelatih, kata Rendra, masyarakat juga ikut memilih layak dan tidaknya seorang pemain bola masuk timnas. Apakah pemain itu dikala ini berkompetisi di Liga Super Indonesia (LSI) atau Liga Primer Indonesia (LPI) juga tidak masalah, yang terpenting yaitu kualitasnya.

Namun demikian, kalaupun para pemain yang dikala ini merumput di ajang LSI tidak dapat memperkuat Timnas, juga tidak masalah. "Yang terperinci dikala ini ada persoalan serius di tubuh PSSI," ungkapnya menyerupai dilansir Antara.

Meski para pemain yang berlaga di ajang LSI tidak dapat memperkuat timnas, kompetisi LSI di Tanah Air akan tetap bergulir. "Saya yakin para pemain yang sebelumnya memperkuat timnas dan kini berkiprah di LSI, tidak akan 'lari' ke LPI," ujar Rendra.

Bahkan, sebagian besar pemain timnas senior maupun U-23 yaitu pemain yang dikala ini berlaga di ajang LSI. Buktinya, Bambang Pamungkas, Christian Gonzales, Firman Utina, Diego Michell, Yongki Aribowo, Achmad Bustomi, Zilkifli Syukur dan sebagian pemain Persipura Jayapura. Sedangkan yang tercatat memperkuat tim LPI yaitu Kurnia Meiga, Irfan Bachdim, dan Andik Vermansyah.

Menurut Rendra yang juga Bupati Malang itu, tak bisanya pemain LSI memperkuat timnas itu disebabkan oleh ketidakjelasan PSSI. Pembinaan pada pemain juga tidak terperinci arahnya.

Ia mengemukakan, tidak masuknya timnas bagi pemain LSI bukanlah selesai dari segalanya. Sebab bukan PSSI yang memilih komposisi pemain timnas. Dan, masyarakat niscaya tahu siapa pemain yang layak untuk memperkuat tim Garuda.

"Saya rasa tidak ada pengaruhnya bagi pemain, bila PSSI memilih kebijakan tersebut. Apalagi kompetisi LSI sudah bergulir dan sesuai hasil kongres PSSI di Bali," ujar Rendra.

Kepengurusan PSSI di kurun sebelumnya juga pernah mengeluarkan kebijakan larangan bagi pemain LPI memperkuat timnas. Kebijakan itu dinilai oleh pengurus yang kini sebagai kebijakan diskriminatif, namun kebijakan itu kini justru diterapkan.

Atas perseteruan itu, Badan Olahraga Profesional (BOPI) kembali turun tangan. Organisasi yang pernah menunjukkan legalitas kepada LPI, kini memberi legalitas juga kepada LSI yang dianggap sebagai turnamen.

Ketua Umum BOPI, Gordon Mogot pernah mengatakan, kompetisi profesional di Indonesia hanya LSI yang dikelola PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS). "PT LPIS sudah disahkan PSSI. Kami sudah melaksanakan kajian, ternyata memang tidak ada APBD, sehingga kami mengetahui bahwa mereka olahraga profesional," ujar Gordon. Bila BOPI menunjukkan rekomendasi, hanya bersifat turnamen bagi event yang berlangsung di luar induk organisasi.

Sementara itu, Pelatih Timnas U23, Rahmad Darmawan berharap, konflik sepak bola Indonesia segera diselesaikan. Karena dikhawatirkan, pemain yang akan menjadi korban. Yang terjadi dikala ini bukan salah pemain, lantaran bawah umur tidak tahu apa-apa," ujar Rahmad.

 Itulah yang terjadi di tubuh sepak bola Indonesia  Terkini Penilaian Kelayakan Pemain Timnas bukan Monopoli PSSI

PSSI, menurut statuta FIFA pasal 79, menutup pintu masuk timnas buat pemain yang timnya berlaga di LSI. RD -sapaan erat Rahmad Darmawan- mengatakan, keharusan mematuhi hukum FIFA akan menciptakan timnas Indonesia kehilangan hampir seluruh pemain intinya.

Untuk timnas U-23 saja, nama-nama yang menjadi bintang di SEA Games XXVI lalu, menyerupai Okto Maniani, Patrich Wanggai, Diego Michiels, Titus Bonai dikala ini bermain di LSI. Jika itu diberlakukan, maka kata RD, sangat sulit membentuk skuad yang tangguh. Karena, dengan pilihan yang jadi sangat terbatas. Itulah kondisi PSSI dikala ini.

(Rusman)