Kamis, 29 Desember 2011

Terkini Dongeng Kusam Sepak Bola Indonesia Tahun 2011

Tahun 2011, persepakbolaan Indonesia dihadapkan pada dua sisi mata uang yang tidak sanggup dipisahkan. Sisi pertama ialah usaha memperbaiki prestasi. Hasilnya cukup bagus, gelaran Piala AFF dan prospek emas dari timnas U-23 di ajang SEA Games cukup memuaskan.

Tapi di sisi yang lain, kisruh PSSI tak sanggup terelakan. Tepatnya pada medio April 2011, kisruh yang melanda PSSI tak sanggup terurai meskipun di bulan ini dilakukan pembekuan Komite Eksekutif oleh FIFA dan pembentukan Komite Normalisasi.

 persepakbolaan Indonesia dihadapkan pada dua sisi mata uang yang tidak sanggup dipisahkan Terkini Kisah Kusam Sepak Bola Indonesia Tahun 2011

Setelah sekitar empat bulan terombang-ambing dalam pusaran konflik, FIFA kesudahannya turun tangan eksklusif menengahi kisruh di tubuh otoritas sepakbola nasional. Di awal bulan ini, FIFA tetapkan mengambil alih Komite Eksekutif dan pada ketika bersamaan membentuk Komite Normalisasi (KN), dengan diketuai Agum Gumelar.

Tugas KN adalah: (1) menjalankan pemilihan ketua umum dan wakil ketua umum serta Exco PSSI, (2) mengontrol liga di bawah PSSI termasuk mengontrol Liga Primer Indonesia (LPI) atau menghentikannya serta (3) menjalankan fungsi keseharian PSSI, sebagaimana mestinya termasuk melaksanakan training dan lainnya.

Sayangnya sesudah Nurdin Halid mundur, dan Djohar Arifin naik tahta di dingklik ketua umum, kisruh tak lantas terhapus. Sebaliknya dongeng kusam terus berlanjut. Yang lebih parah, di kurun pengurus baru, dualisme kompetisi ternyata masih tetap terjadi.

Verifikasi penentuan tim akseptor Liga Indonesia 2011-2012 beraroma kompromi dan kepentingan. Seperti permainan sulap, tinggal bilang simsalabim, PSSI dengan gampang mengubah keputusan setiap ketika dengan berlindung di balik statuta.

Buktinya, pada 20 September 2011 silam, Sekjen PSSI Tri Goestoro kepada wartawan menyatakan bahwa Persema, Persibo, PSM Makarsar tidak sanggup berlaga di Liga Indonesia level teratas. “Karena Persema, Persibo, dan PSM demam isu kemudian tidak ikut kompetisi, mereka tidak sanggup ikut kompetisi demam isu depan. Paling-paling mereka bakal tampil di Divisi Utama,” kata Tri dalam press conference di Kantor PSSI tersebut.

Namun, apa yang terjadi dalam lanjutan sidang pleno Executive Committee (Exco) PSSI di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, dua hari stelahnya atau tepatnya pada 22 September ? Dalam rapat yang diikuti lebih banyak didominasi anggota exco, sidang pleno mengubah keputusan. Hasil sidang pleno tetapkan kompetisi 2011/2012 akan diikuti 24 akseptor dari 18 yang sebelumnya sudah disepakati.

Yang patut dipertanyakan ialah proteksi tiket cuma-cuma kepada enam klub. Yakni, Persema Malang, Persibo Bojonegoro, PSM Makassar, Persebaya Surabaya, PSMS Medan, dan Bontang FC. Padahal dalam kongres tahunan PSSI di Bali pada Januari 2011, keanggotaan Persema dan Persibo dicabut. Sedangkan PSM oleh exco dieksekusi degradasi ke Divisi I.

Sementara itu, alasan masuknya PSMS dan Persebaya, berdasarkan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin dalam press conference berbeda. Djohar mengatakan, dua tim itu mempunyai kaitan sejarah dalam sepak bola tanah air. Alasan Bontang FC diloloskan lebih ironis lagi. Yaitu, Bontang disebut-sebut sebagai klub degradasi terbaik di ISL demam isu lalu.

Akibatnya sudah sanggup ditebak, perilaku kesewenang-wenangan PSSI dengan mengabaikan prinsip Fair Play dan hasil kongres di Bali menjadi penyebab dualisme kompetisi. Klub-klub terbaik Indonesia berbalik tubuh menuju ISL. Bahkan kompetisi ISL yang dianggap PSSI sebagai liga Ilegal ternyata sanggup berjalan mulus. Pertandingan sanggup digelar di setiap daerah. Tim-tim ISL yang terus berusa mencari sponsor sendiri paska tidak diperbolehkannya penggunaan APBD. Mereka berjuang dan berdarah-darah menggelar kompetisi dengan modal apa adanya.

Kondisi ini mungkin tak terasa bagi tim yang berlaga di IPL. Mereka menerima sokongan dana miliaran rupiah. Bukan diam-diam lagi, kalau pendukung setia dari IPL ialah tim tim yang dikelola konsorsium (perusahaan). Kehadiran konsorsium di tim bertujuan untuk mengeruk hasil keuntungan baik dari sponsor, hak siar, dan tiket. Terlebih lagi, pada demam isu sebelumnya proyek konsorsium lewat Liga Primernya mengalami kerugian besar.

Uniknya Indonesia Primer League (IPL) bentukan PSSI kurun Djohar ternyata kalah mentereng dibanding, Indonesia Super League (ISL) produk PT Liga Indonesia yang sudah ada semenjak jaman Nurdin Halid dulu.

Sebaliknya perjalanan IPL terus menemui kerikil krikil. Amburadulnya jadwal pertandingan yang menciptakan jompetisi tak kunjung digelar. Kepercayaan makin turun. Hingga kesudahannya FIFA memberi ancaman, kalau sampai Maret dualisme kompetisi atau tegasnya kisruh tak kunjung terselesaikan, hukuman lah yang akan didapat sepak bola Indonesia.

Hingga penghujung 2011 ketika ini, dongeng kusam sepak bola Indonesia tak juga berakhir. Bukan mustahil sampai memasuki 2012 benang kusut tak akan sanggup terurai.

(sumber:galamedia, harianolahraga)