Senin, 12 Desember 2011

Terkini Ngono Yo Ngono, Tapi Yo Ojo Ngono ...

Judul di atas yaitu sebuah kearifan lokal budaya Jawa. Secara harafiah dalam bahasa Indonesia berarti "Baiklah begitu, tapi jangan begitu" atau "Meskipun begitu, tapi jangan begitu". Misterius, bukan ?

Oleh : Wita Lestari

Meskipun cukup populer, namun toh ungkapan tersebut tetap membingungkan, bahkan menimbulkan pertanyaan di kalangan berbudaya Jawa sendiri. Seandainya kita menerima pesan tersirat "Ngono yo ngono, ning ojo ngono" mungkin kita juga gundah menangkap maksudnya.

BELAJAR DARI NYANYIAN
Ungkapan misterius ini masih sanggup didengar dalam nyanyian. Sebuah tembang dolanan berjudul "Rama, Rama, Ono maling", mengisahkan seorang gadis yang berseru kepada ayahnya bahwa ada seorang pencuri memasuki jendela kamarnya; pencurinya seorang laki-laki ganteng; dan pada hasilnya ia mengaku bahwa yang dicuri yaitu hatinya sendiri. Lalu pada pecahan reffrain dinyanyikan Ngono yo ngono ning ojo ngono. Nah, dalam lagu ini makna ungkapan tersebut masih kurang jelas juga.

Sebuah aliran seringkali diungkapkan secara samar-samar. Mengapa ? Bila terlalu gamblang, mirip orang makan, seseorang tinggal menelannya tanpa perlu mengunyah: tidak ada proses mencerna secara mendalam. Tidak problem bahwa makna yang ditemukan tidak terlalu tepat. Pada hasilnya bila berproses terus-menerus, seseorang akan hingga pada makna terdalam yang tidak selalu sanggup diungkapkan dengan kata-kata, tapi terjadilah pembatinan (internalisasi) terhadap makna ajaran. Jadi, yang penting yaitu proses, bukan jalan pintas mencapai tujuan.

Lalu, apa yang sanggup dijelaskan dari syair tembang di atas ? Artinya, mencuri hati seseorang itu boleh-boleh saja, tapi kita tetap perlu sadar untuk mau memakai cara-cara yang etis. Dapat dibayangkan bagaimana jikalau dongeng dalam lagu tersebut diteruskan. Meskipun mungkin bersama-sama sang ayah bahagia anak gadisnya dicintai laki-laki ganteng, tapi mungkin saja si ayah kemudian tiba dan eksklusif memukuli laki-laki ganteng yang tidak etis (diam-diam masuk ke kamar anak gadisnya) itu atau bahkan eksklusif memanggil tetangga-tetangga untuk menciptakan pengadilan masa.

Nah, ternyata bagaimana aliran tersebut diungkapkan dalam tembang Romo, Romo, ana maling (secara samar-samar) dan juga makna syair lagu itu sendiri menunjuk pada pentingnya proses atau cara mencapai tujuan. Sebuah tujuan yang sah perlu dicapai dengan cara atau proses yang sah pula, tidak memakai jalan pintas yang tidak etis.

PROBLEM SOSIAL
Ngono yo ngono ning ojo ngono, meski berupa ungkapan berbahasa Jawa namun terang bahwa maknanya tidak hanya cocok untuk kultur Jawa. Pentingnya adat dalam mencapai tujuan merupakan norma yang berlaku universal. Robbin Hood yang dikisahkan sebagai pendekar penolong orang miskin pun pada hasilnya dalam perihal ilmiah sikap etis toh digaris-bawahi sebagai referensi yang tidak baik (tidak etis), alasannya yaitu memakai cara yang tidak sah (mencuri milik orang-orang kaya). Seorang perempuan pencetus pembela masyarakat miskin pun menuai banyak penolakan alasannya yaitu sering memakai cara-cara yang keras dalam mengeGoalkankan misinya.

Pada dasarnya, siapa pun atau masyarakat mana pun mengamini pentingnya cara yang etis atau pentingnya proses dalam mencapai tujuan. Namun demikian, sungguh sayang bahwa dalam kenyataan masyarakat kita kini justru terdapat arus besar penggunaan nilai-nilai yang berlawanan. Mereka yang memegang kekuasaan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan pribadi atau tujuan kelompok.

Dalam tataran pribadi, kita masyarakat perkotaan pun semakin banyak mengunakan budaya tidak sabar (jalan pintas) dalam mencapai tujuan pribadi. Kekerasan, pemaksaan, mengambil hak orang lain, dan sebagainya, merupakan praktik sehari-hari yang gampang ditemukan.

Demikianlah, kita telah cukup jauh meninggalkan budaya yang berorientasi proses dan lebih berorientasi pada pencapaian tujuan. Meski mencapai tujuan itu penting, namun demikian bila pencapaian tujuan dilakukan tanpa penghayatan terhadap proses dan cara-cara yang etis, maka yang terjadi yaitu kekacauan sosial dan dehumanisasi. Kita tidak lagi menghargai martabat pribadi kita sebagai insan yang mempunyai hati, dan lebih bertindak sebagai mesin pencapai tujuan.

ORIENTASI PROSES
Orientasi proses (kebalikan dari orientasi hasil), merupakan budaya yang sungguh perlu kita kembangkan. Dalam konteks dunia kerja hal ini juga berlaku. Konsep-konsep organisasi modern kini semakin menempatkan insan sebagai subyek utama dalam dunia kerja. Pekerjaan merupakan sarana untuk kesejahteraan (fisik dan mental) umat manusia.

Peneliti budaya organisasi yang sangat terkenal, Hofstede, dalam beberapa tulisannya mengartikan budaya orientasi proses sebagai kondisi di mana praktik-praktik keorganisasian dirasa mencerminkan suatu kepedulian terhadap makna-makna atau cara-cara; sedangkan budaya orientasi hasil merupakan kondisi di mana praktik-praktik keorganisasian dirasa mencerminkan suatu kepedulian yang tinggi terhadap tujuan dan pencapaian tujuan.

Peneliti yang lain, Verbeke (2000), secara lebih lengkap menjelaskan bahwa dikotomi proses-hasil merefleksikan bagaimana administrasi menginginkan karyawan-karyawannya melibatkan diri dalam proses-proses bisnis (misalnya proses-proses dukungan layanan). Orientasi proses merefleksikan bagaimana ketatnya kesetiaan karyawan terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam proses-proses organisasi. Mereka tidak ingin memisahkan dirinya dari skrip-skrip kiprah dan tanggung jawab. Mereka juga bersedia mengambil alih kiprah atau tanggung jawab orang dari departemen lain bila diperlukan.

Dowdle dkk dalam suatu jurnal menggambarkan bagaimana administrasi yang berbasis proses (process-based management) akan membawa sukses organisasi. Mereka berpandangan bahwa organisasi merupakan sekumpulan proses-proses, dan ini memerlukan pengelolaan yang lebih baik dalam rangka untuk tetap bertahan dan dan berhasil baik. Manajemen berbasis proses merupakan model administrasi yang ditujukan untuk menghadapi aneka macam tantangan organisasi pada masa kini. Salah satu fokus dari administrasi berbasis proses yaitu mempromosikan budaya yang berbasis proses.

AKTUALISASI
Penghayatan terhadap proses, dan juga kesetiaan menggunaan cara-cara yang etis memang tidak menjamin tujuan dicapai dalam waktu yang singkat, namun demikian dengan kesetiaan terhadap proses dalam mencapai tujuan ini kita akan mengalami perubahan yang sangat berharga bagi kesejahteraan hidup kita dalam jangka panjang. Dalam berproses kita akan menemukan makna-makna hidup yang menjadikan kita benar-benar sebagai insan yang utuh, mengalami kepenuhan pribadi. Di dalam organisasi, individu-individu dalam organisasi yang menerapkan budaya proses, pada hasilnya akan mencapai tujuan bersama secara menggembirakan.

Seorang ibu yang telah mengalami sukses sekaligus dikenal sebagai orang yang mempunyai spiritualitas sangat tinggi, dalam sebuah seminar mengungkapkan : Yang penting bukanlah mengejar kesuksesan, melainkan menjalani hidup dengan penuh kesetiaan kepada Tuhan (yang mendorong kita untuk terus berperilaku etis, dan menempuh proses inovasi makna hidup). Dengan kesetiaan kepada Tuhan itu, maka kita akan mengalami kesuksesan. Secara singkat ibu tersebut menegaskan : Hanya orang-orang yang setialah yang hasilnya sanggup mencapai kesuksesan hidup dalam arti sebenarnya.

MASIHKAH AREMANIA BERPEGANG PADA KESETIAAN ITU ...???
SALAM SATU JIWA ...!!!